Senin, 29 September 2008

Resensi Buku "DDHSB":

Refleksi Peran Mahasiswa

Oleh: Jauhar Mubarok

http://djoharmanik.wordpress.com/2008/08/14/refleksi-peran-mahasiswa/



Judul : Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas: Mahasiswa di Era Kapitalisme dan Hedonisme

Penulis : Nurani Soyomukti

Kata Pengantar : Airlangga Pribadi

Penerbit : Garasi, Yogyakarta, 2008

Tebal : 182 hal

Sejarah telah mencatat keterlibatan mahasiswa dalam berbagai peristiwa sosial-politik yang pernah terjadi di negeri ini. Gerakan reformasi 1998, gerakan mahasiswa 1974 yang dikemudian waktu lebih dikenal Malapetaka Januari (Malari) 1974 adalah sedikit contoh kecilnya. Mahasiswa bersama masyarakat membangun gerakan guna melakukan kritik sosial-politik kepada pemerintah. Gerakan moral sosial-politik tersebut dibangun sebagai respon atas kebijakan pemerintah yang dinilai telah jauh menyimpang dari cita-cita luhur dibentuknya negara ini; menciptakan masyarakat adil dan sejahtera. Pun ketika melihat para pejabat pemerintah telah terjebak dalam moralitas bejat; korupsi, kolusi, nepotisme, dan tidak bertindak tegas pada konglomerat jahat. Dengan berbagai aktivitas sosial, budaya, serta politik mahasiswa mencoba membenahi realitas tersebut, setidaknya memberitahukan bahwa ada yang menyeleweng dari asa negara.

Keterlibatan mahasiswa dalam ranah sosial-politik tidak hanya tejadi di Indonesia. Di Perancis, China, Amerika, dan negara-negara lainnya. Keterlibatan tersebut sebagai wujud, meminjam istilah Kuntowijoyo, altruisme sosial. Bukan hanya berdiri dan melihat di pinggir jalan tanpa acuh. Terlebih dalam struktur sosial mahasiswa menempati posisi cukup strategis; kelas sosial menengah. Memang tidak semua mahasiswa berangkat dari keluarga mapan, setidaknya dengan menjadi mahasiswa seseorang telah merengkuh status sosial yang tidak semua orang dapat mencapainya. Dan menjadi mahasiswa seseorang menjadi bagian dari “kaum terpelajar” yang punya peran dan tanggungjawab mengarahkan realitas, tidak hanya mengikuti arus realitas. Di sini muncul peran mahasiswa sebagai agen perubahan, agent of change.

Potret Mahasiswa Hari Ini

Namun seiring waktu peran sosial-politik tersebut “tidak lagi diminati”. Gambaran mahasiswa hari ini adalah agen-agen budaya populer-massa di mana kapitalisme global bersenyawa dalam membentuk budayanya. Mahasiswa hanya sibuk mengurusi pernak-pernik gaya hidup yang ditimba dari televisi dan majalah-majalah gaya hidup. Hari-hari mereka disibukkan dengan aktivitas berburu pakaian, handphone, sepatu, tas, serta aksesoris-aksesoris gaya hidup seri terbaru. Mereka lebih betah berada di mall-mall dan tempat-tempat belanja lainnya. Mereka lebih kerap membicarakan gosip seputar selebritis, pacar baru, produk-produk gaya hidup paling trend yang mengarah pada sikap hedonisme tinimbang bercakap mata kuliah atau fenomena sosial-politik yang perlu dikritik.

Mahasiswa sebagai agent of change menjadi buah mitos masa lalu. Mahasiswa hari ini disibukkan dengan aktivitas konsumtivisme. Mall telah jadi kampus. Majalah gaya hidup menjadi diktat dan anjuran ideologi. Ada apa dengan mahasiswa hari ini?

Setidaknya demikian inti wacana yang dipaparkan penulis buku ini, Nurani Soyomukti. Meskipun menyayangkan perilaku mahasiswa yang telah kehilangan nurani altruisme sosial akibat terdistorsi oleh banalitas realitas, Soyomukti tidak berminat pada penilaian hitam-putih dengan hanya menyalahkan mahasiswa. Mahasiswa hari ini telah jadi korban dari laju kapitalisme global. Dalam buku ini Soyomukti coba menggunakan perspektif pertentangan kelasnya Marx dengan mengagungkan Psikoanalisisnya Freud dan juga mengumandangkan Cinta Universalnya Kahlil Gibran.

Soyomukti melihat bahwa realitas hari ini akibat kuatnya pengaruh ruh kapitalisme global dalam melingkupi tabir kehidupan. Kapitalisme telah menjauhkan mahasiswa dari kesadaran atas realitas yang perlu dibenahi. Lewat iklan-iklan yang ditebarkan di mana-mana dan kapan saja, kapitalisme secara runut dan sistematis meneror siapa saja. Iklan-iklan tersebut mengajak manusia menjadi makhluk konsumtif yang hanya sibuk berburu gaya hidup. Kapitalisme mengiming-imingi, dengan konsumtivisme mahasiswa seolah dapat meraih eksistensi diri.

Sehingga tidak mengherankan bila mahasiswa asyik-masyuk dengan dunianya sendiri. Cinta universal yang seharusnya dikumandangkan dan menggerakkan harus terkalahkan oleh perasaan cinta eksklusif libidinal yang sifatnya insting bawah sadar. Hal tersebut menyebabkan tumbuhnya sikap tidak acuh dengan realitas yang semakin cadas dan beringas.

Kapitalisme telah menciptakan ketimpangan sosial yang tidak sehat dan penuh kecurangan. Ketika kondisi sudah demikian, di sini mahasiswa diharapkan berjalan sesuai kerangka obyektif. Obyektif dalam artian berpikir kritis dan berpihak! Dengan berpihak pada yang tertindas dan kalah, mahasiswa bukannya berat sebelah justru mengembalikan tiang penyangga keseimbangan yang telah diambil-paksa kaum kapitalis lewat modal dan kuasa yang dimilikinya. Dengan modal dan kuasanya tersebut kapitalisme juga telah mampu menguasai pola berpikir pejabat pemerintah sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah cenderung menguntungkan kaum pemodal. Akhirnya yang terjadi masyarakat tersisihkan dan tertindas oleh sistem yang dibuat oleh “perkawinan penguasa dan pengusaha”.

Selain berbicara tentang perilaku mahasiswa hari ini yang sibuk dengan dirinya sendiri, Soyomukti juga menyayangkan perilaku mantan aktivis mahasiswa yang telah menanggalkan idealismenya karena godaan kemewahan. Hal tersebut terlihat ketika kran liberalisasi politik terjadi, para mantan aktivis itu berlomba meraih kursi kekuasaan dengan masuk partai politik. Mantan aktivis 98 ini melihat, bahwa partai-partai politik menjadi sarang orang-orang pragmatis dan sama sekali tidak dapat diharapkan untuk memperjuangkan rakyat. Mereka terlalu kerap jualan kecap: membohongi masyarakat.

Pembaca berhak menganggap tulisan Soyomukti aneh, nyleneh, tidak realistis-terlalu mengawang, dan propagandis. Namun tidak ada salahnya bila pembaca curiga terhadap dirinya: jangan-jangan pola pikirnya sudah terhegemoni oleh narasi kapitalisme itu sendiri.[]

......................................................................................


Tidak ada komentar: