Senin, 27 Agustus 2007

MERUBAH KONSTITUSI: BELAJARLAH DARI VENEZUELA!!!

Oleh:Nurani Soyomukti

Isu amandemen terhadap UUD 1945 di negeri ini nampaknya akan terus berlanjut. Tetapi sayangnya, belum ada jawaban pasti apakah amandemen terhadap dasar negara kita akan membawa pada perubahan yang lebih substansial bagi nasib rakyat, terutama kesejahteraan dan demokrasi politiknya. Konstitusi merupakan landasan yang paling penting. Tetapi yang lebih penting juga adalah tindakan yang berani untuk melaksanakan konstitusi itu. Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa Belandanya Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia undang-undang, dan grond berarti tanah atau dasar.
Hingga detik ini, konstitusi kita tidak pernah dijalankansecara murni dan konsekuen oleh elit-elit yang wataknyaoportunis dan pragmatis. Masalahnya, keberadaan konstitusi tidak dibarengi dengan munculnya kesadaran politik yangberpilar pada gerakan untuk melaksanakan apa yang diamanatkan konstitusi. Tak heran jika, karena elit politik tidak terkontrol oleh kesadaran rakyat danketerlibatan aktif mereka dalam politik secara massif, maka mereka menjadi pengkhianat konstitusi. Kita bisa menilai dari sebuah contoh khasus pengkhianatan terhadap amanat pasal 33 konstitusi kita yang mengharuskan segala kekayaan alam yang ada digunakan untuk kemakmuran rankesejahteraan rakyat dengan jalan dikuasai oleh negara, tentunya negara yang dikontrol secara demokratis.
Yang terjadi, kekayaan alam dan tenaga produktif bangsa yang menguasai hidup orang banyak justru diserahkan pada mekanisme pasar. Peran negara terhadap perekonomian dipreteli. Artinya, sejarah munculnya konstitusi yang melekat pada perjuangan melawan penjajahan dan menata sebuah masyarakat yang adil dan makmurpun juga dikhianati. Kelahiran sebuah revolusi memang menghasilkan suatu konstitusi sebagai upaya untuk mengatur bagaimana negara akan dibawa.
Konstitusi Venezuela
Apa yang terjadi di negeri ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo Chavez. Chavez dan para pendukungnya paham betapa pentingnya undang-undang (konstitusi) dan bagaimana ia harus dijaga oleh kekuatan aktif dari bawah.
Revolusi di bawah pimpinan Hugo Chavez telah melahirkan konstitusi baru yang sebenarnya capaian ini adalah landasan konstitusional bagi kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya dalam upaya membawa perubahan struktural Venezuela. Pada awal naiknya Hugo Chaves dan pembentukan konstitusi baru tersebut, kesadaran rakyat akan perlunya landasan negara baru memang cukup tinggi. Waktu itu, tahun 1998-1999, di mana-mana perdebatan tentang konstitusi selalu berlangsung. Jika orang luar negeri melancong ke stasiun kereta bawah tanah di Caracas (ibukota Venezuela) dan menanyakan pada orang yang berdiri menunggu kereta di sana, apakah ia membawa bukusaku UUD, ia hampir pasti akan menjawab "Ya."
JurnalisBarry Lynn dari majalah MotherJones melaporkan bahwa dihampir tiap sudut Venezuela perdebatan tentang konstitusi mudah sekali dipicu jika ada seorang saja memberi komentar tentang interpretasi atas ayat-ayat konstitusi itu. Hampir tiap orang membawa salinan UUD itu di saku mereka, siap untuk melayani siapa saja dalam perdebatan. Rakyat Venezuela, terutama rakyat pekerja dan kaum miskinnya, sangat mencintai UUD mereka yang baru karena praktis merekalah yang membuat UUD ini. UUD ini dibuat dibawah pemerintahan Hugo Chavez, bukan di dalam gedung-gedung parlemen yang ber-AC, tapi melalui referendum, pemungutan pendapat rakyat secara nasional.
Dengan demikian, konstitusi ini sangatlah berpihak pada orang miskin dan rakyat pekerja pada umumnya. 50% isi dari konstitusi ditulis sendiri oleh rakyat-lewat surat-surat dan jajak pendapat mengenai apa yang dibutuhkan rakyat. Konstitusi ini memenangkan 70% suara dalam referendum, mencakup hak-hak dasar demokratik, sosial dan hak-hakazasi manusia lainnya yang sangat luas diatas batas-batas demokrasi parlementer yang dangkal. Konstitusi Republik Bolivarian Venezuela adalah konstitusihasil perubahan Venezuela hingga sekarang. Konstitusi ini disusun pada tahun 1999 oleh majelis konstitusional yang dipilih melalui referendum rakyat. Konstitusi 1999 ini diadopsi pada bulan Desember 1999, menggantikan Konstitusi tahun 1961-yang telah menjadi, dari 26 konstitusi yang digunakan Venezuela sejak merdeka pada tahun 1811, dokumen yang dipaksakan dalam waktu yang paling lama.Konstitusi tersebut lahir dari demokrasi rakyat, dan bukan dari diskusi elit atau tokoh.
Konstitusi 1999 ini merupakan konstitusi pertama yang dibuat dan disetujui melalui referendum rakyat (popular referendum) dalam sejarah Venezuela, dan secara ringkas menandai apa yang dinamakan sebagai “Republik Kelima” Venezuela agar perubahan sosial ekonomi digariskan dan ditekankan dalam tiap-tiap halamannya, sebagaimana perubahan resmi terjadidi Venezuela dari Republik Venezuela (Republica deVenezuela) menjadi Republik Bolivarian Venezuela (Republica Bolivariana de Venezuela).
Perubahan utama dibuat dalam struktur pemerintahan dan pertanggungjawabanVenezuela, sedangkan banyak hak-hak asasi manusia diabadikan dalam dokumen yang dimaksudkan sebagai jaminan bagi rakyat Venezuela-yang mencakup pendidikan bebas hingga tingkat ketiga (tertiary level), pelayanankesehatan gratis, akses terhadap lingkungan bersih, hak-hak minoritas (terutama masyarakat pribumi, indiginous people) untuk menegakkan budaya, agama, dan bahasa serta tradisi mereka sendiri di antara kebudayaan lainnya.
Konstitusi 1999 yang berjumlah 350 ayat adalah yang paling panjang, lengkap, dan komprehensif. Kebijakan yang berawal dari penentangan terhadap penindasan neoliberalisme tentu saja merupakan anti-tesis yang tepat darinya. Neoliberalisme bertahan dengan segelintir elit yang berusaha mengeruk kepentingan pribadi dengan menjalankan ekonomi yang dikendalikan oleh keputusan sedikit orang (oligarki) dan mengorbankan rakyat mayoritas. Sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh kaum modal, rakyat dianggap tidak memiliki dan hanya bekerja untuk kepentingan pemilik modal yang menjalankan kegiatan produksinya.
Maka, upaya untuk merebut hak-hak segelintir elit dan mengembalikannya pada mayoritas rakyat membawa dampak yang luas dalam hal perasaan solidaritas untuk berproduksi secara bersama dan hasilnya dinikmati bersama.Beberapa kebijakan politik yang ditempuh oleh Hugo Chavez dilandaskan pada upaya untuk mengembalikan hak-hak ekonomi, politik, dan kebudayaan pada rakyat. Yang utamaa dalah bagaimana aset-aset dan sumber daya ekonomi yang ada dapat direbut dari tangan pihak swasta yang digunakan untuk menumpuk keuntungannya sendiri, dan kemudian dikuasai negara dan digunakan untuk membiayai program-program sosial dan publik terutama masalah kesehatan, perumahan, pendidikan, dan pelayanan-pelayanan publik lainnya. Apakah kondisi tersebut terjadi di Indonesia?
Sayangnya tidak. Hingga saat ini para elit, tokoh, dan intelektual kita sedang gencar membahas perubahan (amandemen) konstitusi. Nampaknya apa yang dilakukan tidak akan sampai padacapaian yang berujung pada tujuan sejati dari pada pembentukan konstitusi (baru) itu sendiri. Anasir-anasir bahwa tidak ada mentalitas elit, tindakan, dan kebijakannya akan berubah dari oportunis menuju kerakyatan juga tidak kelihatan sama sekali. Yang kita butuhkan sebenarnya adalah tindakan tegas yang menjadi alternatif dari apa yang selama ini dilakukan.
Kebijakan ekonomi pasar bebas (neoliberal) harus diubah menjadi kebijakan yang radikal seperti yang dilakukan oleh Hugo Chavez. Benar bahwa Indonesia bukan Venezuela, tetapi keumuman kontradiksi neoliberalisme di manapun sama, yaitu menyengsarakan rakyat baik di Asis, Afrika, Amerika Latin, bahkan juga di negara-negara maju sendiri. Gerakan ekonomi harus dibarengi dengan keberanian politik yang bertumpu pada kedaulatan nasional. Menuju bangsa yang kuat,mandiri, dan berkeadilan karena syarat-syarat material Indonesia yang kaya memungkinkan untuk itu.***

Tidak ada komentar: