Jumat, 15 Februari 2008

Film Politik Peradaban Maya:

Film ‘Apocalypto’:
Politik Tumbal dan Imperialisme Suku Maya



“A great civilization is not conquered from without until it is destroyed from within”.

—W. Durant

Uhhh… banyak hal (memperkuat teori sejarah, sosiologi, antropologi, bahkan politik) yang saya dapatkan dari menonton film ini.

Saya mendapat film ini dari seorang mahasiswi S2 di kampus Universitas Jember. “Kamu kayaknya harus nonton film ini dech! Kamu telah menulis buku tentang Amerika Latin, tak nonton sejarah masyarakat kuno di Amerika Latin kayaknya gak akan afdol”.
Lalu dia memasukkan film yang dibeli kakaknya seharga Rp 75.000,- dari Surabaya itu ke dalam tasku. Tak sabar ingin nonton, sepulang ke rumah kunyalakan notebook-ku, bersama anggota keluarga kecil di Jember film itu kutonton, bahkan belakangan kuulangi waktu aku pulang kampung (kuajak saudara-saudaraku menonton dan kujelaskan tentang film tersebut).

Seandainya film ini bisa dinikmati di bioskop, mungkin film ini akan menimbulkan penerimaan yang lumayan meluas karena banyak para pengamat dan pekerja film yang akan mendiskusikannya. Film kolosal tentang barbarisme peradaban Maya ini sungguh menyuguhkan warna yang memukau, menggunakan unsur kebudayaan asli penduduk suku yang dikisahkannya, dan, saya kira, memiliki tingkat historical accuracy yang kuat, terbukti dari penampilan kostum dan penggambaran kebiasaan yang autentik sebagaimana suku-suku kuno yang banyak dipelajari dalam penelitian sosiologis dan antropologis. (Apocalypto mengingatkanku pada film “Pathfinder”, sebuah film tentang masyarakat kuno dan peradaban barbar, yang menceritakan tentang ketangguhan—sekaligus keganasan dan kecanggihan bangsa Viking).


Mengingatkan Kita pada Tesis Engels
Tapi “Apolcalypto”—yang berarti “awal baru”—menyuguhkan depiksi yang lebih dialektis. Bagi mereka yang mendalami analisa materialisme dialektis untuk melihat perjalanan sejarah masyarakat, film ini akan menambah keyakinan bahwa apa yang digambarkan Frederich Engels dalam “The Origin of Family, State, and Private Property” benar-benar terbukti. Ada suku yang hidup kolektif dengan mencari kebutuhan hidup, terutama makanan, secara bersama-sama dan hasilnya dipakai bersama pula. Tidak ada penindasan dan tak ada hirarki. Sudah ada keluarga, memang, yang hidup di rumah masing-masing dengan suami istri dan anak-anak yang telah dihasilkannya—ada yang memiliki 12 anak.

Kehidupan kolektif dihiasi dengan budaya yang rukun, saling bercanda, dan di malam hari anak-anak dan orangtuanya berkumpul bersama keluarga lain mendengarkan dongeng dari seorang tokoh. Dalam film ini si Pendongeng mengisahkan tentang pentingnya keberanian dan menghilangkan rasa takut, wanita-wanita muda, pemuda, anak-anak yang berada dalam pangkuan ibu sedang mendengarkan kisah dengan penuh perhatian: raut muka mereka ceria, dan sebagian anak-anak mendengarkan secara seksama tentang keberanian: Kisah yang didengar menguatkan kaum muda dan anak-anak karena Si Pendongeng mengajarkan bahwa sukunya haruslah diisi dengan orang-orang kuat, yang selalu berhasil dalam berburu, yang tak pernah kalah dan menyerah menghadapi binatang buas dan kontradiksi alam. Setelah itu mereka bersama-sama menari dan menyanyi untuk menikmati malam.

Mel Gibson memotret tokoh Jaguar Paw (diperankan oleh Rudy Youngblood) yang memiliki seorang istri, Seven (diperankan Dalia Hernandez), dan satu anak kecil bernama Turtles Run. Keluarga inilah pada akhirnya yang tersisa dari suku yang hidup dalam hubungan kolektif, sebelum diserang oleh pasukan kerajaan Maya di bawah pimpinan Zero Wolf (yang diperankan Raoul Trujillo). Bangsa maya yang haus darah tergambar dalam film ini, mereka diculik untuk dijadikan sesembahan dan sebagian lagi dijadikan budak. Nampaknya para penguasa bangsa Maya percaya bahwa mengorbankan nyawa tiap hari dengan membunuh orang akan membuat matahari akan bersinar tiap hari, akan menyebabkan tanaman tumbuh dengan hasil panen yang banyak, dan akan menyebabkan para perempuan subur dan menghasilkan banyak anak.

Adegan film ini dimulai dengan kegiatan perburuan yang dilakukan oleh Jaguar Paw (‘Cakar Macan’), ayahnya Flint Sky (diperankan Morris Birdyellowhead), dan laki-laki di hutan tempat sukunya tinggal. Pada saat pulang setelah mendapatkan hasil buruan binatang Tapir, di perjalanan mereka menjumpai penduduk dari desa lainnya yang sedang melakukan perjalanan pindah tempat karena daerah tinggalnya telah diserang dan laki-laki dan perempuannya ditangkap.

Sampai di rumah mereka disambut oleh istri dan anak-anak karena membawa hasil buruan yang banyak. Saat istirahat setelah makan siang, Jaguar Paw nampak masih kepikiran soal penduduk yang pindah karena tempatnya diserang. Ia memiliki firasat buruk dan kawatir, tentu saja karena istrinya yang cantik, Seven, sedang mengandung anaknya yang kedua. Pada malam harinya bahkan ia bermimpi.

Ternyata benar, tepat pada pagi buta saat Jaguar Paw dan penduduk desanya masih tidur, serangan terencana itu datang. Mirip genocida karena yang melawan dibunuh, rumah-rumah dibakar, yang tersisa hanyalah anak-anak kecil dan yang lain adalah laki-laki dan perempuan yang ditangkap hidup-hidup. Mereka inilah yang akan dipersembahkan pada Kukulkan Dewa Matahari bangsa Maya, termasuk Jaguar Paw dan beberapa orang. Fortunately, pada saat pasukan itu datang, Jaguar Paw berhasil menyembunyikan anak dan istrinya yang hamil di sebuah sumur gua: “Jangan kemana-mana, aku pasti kembali. Aku akan ikut melawan mereka dulu”.

Sebagaimana dicirikan oleh Marx dan Engels, masyarakat berkelas dicirikan dengan adanya hirarki dan juga adanya kekuatan militer regular. Dalam film ini jelas, para penculik dan penjarah yang dipimpin Zero Wolf adalah pasukan regular yang ditugasi menjarah ke penduduk lain dengan tujuan mencari orang yang akan dijadikan tumbal pada dewa matahari. Persenjataan mereka lebih maju dan atribut serta perlengkapan yang lebih canggih. Meskipun tak banyak, tentu saja mereka selalu menang dalam penakhlukan. Meskipun Jaguar Paw dan penduduk lainnya melawan, tetap saja mereka dapat ditakhlukkan dan ditawan, lalu di bawa ke daerah di mana peradaban Maya berada.

Meskipun demikian, Jaguar Paw dan lainnya yang dalam keadaan terikat tak tahu akan dibawa kemana karena ia tak tahu kalau di luar sukunya ada masyarakat yang maju dan lebih beradab secara teknologi dan pengorganisiran masyarakatnya, meskipun lebih barbar. Dari sini kita disuguhi oleh film ini tentang adanya ketimpangan peradaban antara suku-suku. Bangsa Maya adalah suku yang telah mengenal kelas, tidak seperti suku (komunitas) tempat Jaguar Paw yang masih hidup dalam komune yang hidup secara kolektif.

Kebengisan Bangsa Maya
Mereka dibawa ke suatu tempat yang tak pernah diketahui sebelumnya. Tempat itu adalah daerah perkotaan maju dengan penduduk banyak, menunjukkan kemajuan masyarakat, tak seperti daerah tempat Jaguar Paw tinggal (masih berhutan-hutan). Sebut saja Kota bangsa Maya. Ada piramida tinggi dan bertingkat, di sebuah panggung yang terletak di atasnya para penguasa, termasuk raja Bangsa Maya dan keluargannya menyaksikan di depannya para kurban diambil jantungnya dan dipancung kepalanya, dan dijatuhkan dari tangga pyramid: kepala-kepala yang terpisah dari tubuh setelah dipancung itu tiap lima menit bergelindingan dari atas piramid melalui tangga, di bawahnya rakyat berebut untuk menangkapnya lalu ditancapkan ke tiang-tiang.

Dalam adegan ini kita melihat tayangan barbarisme pembunuhan. Ya, pembunuhan yang dirayakan karena dianggap sebagai kegiatan yang akan menjauhkan bangsa Maya dari musim paceklik, untuk menghormati Dewa Matahari (Kukulkan). Begitu banyak (tak dapat terhitung jumpah kepala yang tertancap ditombak, dan agak jauh darinya juga ada ribuan mayat tertumpuk di sebelah ladang jagung—ladang pembantaian!

Jaguar Paw menyaksikan sendiri saat menunggu giliran, bagaimana begitu ritualistiknya upacara pemancungan untuk dipersembahkan pada Dewa Matahari: perut ditusuk dan jantungnya diambil, lalu kampak besar diayunkan untuk memotong kepala yang setelah terpisah dari badan dilempar ke bawah dari atas piramida itu. Betapa sedihnya Jaguar Paw saat sahabatnya sendiri mendapatkan giliran.

Dan betapa beruntungnya ia karena pada saat gilirannya akan dibunuh, tiba-tiba terjadi peristiwa alam terjadi. Gerhana matahari menahan tangan algojo yang akan mengayunkan kampak yang akan mengayun ke leher Jaguar Paw. Tiba-tiba bumi menjadi gelap karena matahari tertutup. Gerhana itu terjadi beberapa menit, lalu matahari muncul lagi; orang-orangpun bersorak. Peristiwa inilah yang membuat para dukun dan penguasa Maya menganggap bahwa Kukulkan telah puas dengan persembahan. Jaguar Paw dan sedikit orang yang tersisa tak jadi dibunuh.

Seorang pembesar Bangsa Maya menyuruh mereka dilepaskan. Mereka dilepaskan di sebuah lapangan bola tetapi akan dibuat permainan para prajurit Maya. Dari garis lapangan para tawanan yang akan dilepaskan itu disuruh lari menuju lading jagung dan kemudian di depannya; dan pada saat lari mereka akan dipanah atau dilempar dengan lembing. Mula-mula, dua orang lari, mereka dihujani panah dan lembing, mereka lari ke sambil menghindar. Dua orang teman Jaguar itu semakin kencang lari, tetapi pada akhirnya mereka kena lembing dan panah juga. Keduanya meninggal.

Kini giliran si Cakar Macan dan satu orang lagi yang dijadikan permainan sambil dilepaskan. Mereka harus lari dan menghindari lemparan lembing dan serangan anak panah. Jaguar pun mengambil taktik dengan cara lari zig zag sehingga kecil kemungkinan kena, demikian juga satu temannya. Lari kencang sambil zig zag memang mempersulit serangan. Keduanya lari zig zag tetapi satu orang temannyapun kena pahan karena serangan panah kian diperbanyak. Mendekati ladang jagung, Jaguar pun kena panah, tetapi masih kuat bertahan. Dan akhirnya ia lari mendekati ladang jagung untuk kemudian bermaksud menyelamatkan diri. Ternyata para prajurit yang masih dipimpin Zero Wolf masih mengejarnya karena tiap orang yang diburu tak boleh dibiarkan hidup atau kembali ke hutan dan datang ke daerah asalnya.

Pengejaran di Hutan yang Amazing
Dari sinilah perburuan dimulai. Jaguar bermaksud kembali ke hutan karena ingin menyelamatkan anak dan istrinya yang ditempatkan di sumur gua di desanya yang telah dibakar.

Adegan pengejaran inilah yang, menurut saya, paling seru. Jaguar lari kencang, demikian yang mengejarnya. Dengan nafas terengah-engah ia tetap lari kencang. Jaguar berhenti sebentar untuk mengambil kulit kayu dengan giginya yang digunakan untuk menghentikan pendarahan pada lukanya akibat kena anak panah. Ia naik ke atas pohon, ia sembunyi di semak-semak.

Suatu ketika seekor macan kumbang menghadangnya. Kana iapun melarikan diri dalam kejaran macan itu. Macan itulah yang justru menyelamatkannya karena pada saat macan itu telah mendekat ke dirinya, ternyata prajurit Maya yang mengejarnya juga berhasil mendekat dan akan menangkapnya. Prajurit itulah yang justru terterkam macan kumbang ganas, wajahnya robek dimakan macan dan Jaguar pun telah lari meninggalkannya. Kematian prajurit itu membuat berhenti pengejaran karena mereka harus membunuh macan itu lebih dulu.

Kedatangan Spanyol
Pengejaran ini digambarkan dalam berbagai peristiwa yang menarik. Misalnya, jaguar harus menerjunkan dirinya ke air terjun yang cukup tinggi untuk menghindari penangkapan. Dengan berbagai cara, pada akhirnya para pengejar lah yang kalah. Zero Wolf sebagai pimpinan mati tertancap kayu-kayu tajam yang digunakan untuk menjebak Tapir. Setelah itu tinggal kedua orang prajurit yang terus saja mengejar. Hingga kemudian Jaguar dan dua orang prajurit itu tiba di pinggir pantai.

Mereka malah kaget ketika melihat pantai, mereka memfokuskan pandangannya ke pantai: Mereka terkaget-kaget melihat kapal-kapal besar yang di dalamnya terdapat banyak orang. Maka merekalan bangsa Spanyol yang kemudian datang untuk menjajah, mencari sumber-sumber daya alam yang kaya di daratan Amerika Latin, selain juga untuk misi agama Yesus (misionaris). Merekalah yang kelak akan menguasai bangsa-bangsa di kontinen yang pernah dikuasai bangsa Maya ini.
Dua orang prajurit yang mengejar Jaguar Paw malah lebih tertegun menyaksikan kapal-kapal yang kian mendekat. Mungkin mereka berpikir bahwa orang-orang yang datang itu bisa jadi lebih maju dari bangsa Maya, buktinya mereka datang dari lautan yang luas.

Jaguar Paw malah kembali ke hutan karena ia harus menyelamatkan anak dan istrinya yang sebenarnya sudah melahirkan bayi sehat di dalam gua sumur pada saat hujan lebat. Akhir kisah film ini adalah pembicaraan sepasang suami istri yang baru saja dianugerahi seorang bayi baru, dan mereka berencana akan masuk ke hutan menemukan kehidupan baru disana.

Penonton diharapkan menebak sendiri. Bagi kita yang pernah belajar sejarah, tentu itulah awal dari penjajahan Spanyol yang datang dengan tenaga produktif yang lebih kuat, ilmu pengetahuan dan teknologi dan teknologi perang yang lebih canggih—bangsa Maya yang dianggap barbar itu tentu akan dikalahkan. Barbarisme kuno akan dihancurkan, dan penghancur itu mencengkeramkan model penjajahan baru: kolonialisme dan imperialisme.

Oh ya, saya sarankan bagi Anda yang ingin melengkapi gambaran tentang temuan dan kedatangan bangsa Barat (Spanyol) di kontinen Amerika ini: tontonlah film “New World”, film yang tak kalah menariknya dengan “Apolcalypto” ini. Percayalah, menonton film akan memperkaya perspektif sejarah dan cara pandang akan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

Saya menuliskan sedikit sejarah Amerika Latin dalam beberapa buku saya yang mengangkat tema-tema Negara Amerika Latin: 2 buku tentang “Revolusi Bolivarian” (Venezuela), dan 1 “Revolusi Sandinista” (Nikaragua)—kunjungi buku-buku saya tersebut di
www.bukubukunurani.blogspot.com.
Menonton “Apolcalypto” membuat bayangan saya tentang masyarakat lama (Amerika Latin) semakin dekat. Jadinya, ia adalah motivating and inspiring movie bagi saya! Saya akan terpacu menulis dan menulis buku lagi! [***]



Jember/Februari 2008


1 komentar:

The Institute for Ecosoc Rights mengatakan...

Kami membaca komentar tentang film ini di website-nya para aficionados film Rotten Tomatoes {nb: 60–120 million page views per day). Klik di sini. Kok penilaian mereka pada film ini cuma 65 persen ya .. Di antara kritik tajam berbunyi: .. isn't such high praise ..
basically a really good period popcorn flick ..
a ball of snakes inside Mel Gibson's head are all here..
On screen, Gibson was a Lethal purveyor of hot dogging lunacy .. you could never accuse Gibson of being unconvincing where blood and sadism are concerned .. dst. ..