Kamis, 06 Maret 2008

Budaya Politik:

Politik Berbiaya Tinggi
(High-Cost Politics)

Oleh: Nurani Soyomukti*)


Politik berbiaya tinggi adalah fakta yang kita jumpai hari-hari ini. Dari hari ke hari biayanya kian meninggi. Bahkan lebih rendah dari harga diri. Dan ia menggambarkan budaya politik yang bukan lagi parokial, tetapi mendekati politik terkomodifikasi yang mencerminkan semakin canggihnya kapitalisme (pasar bebas) beroperasi.

Dulu politik adalah masalah partisipasi dan ideologi. Setiap kekuatan politik (partai dan organisasi masyarakat) menunjukkan eksistensinya dalam politik dengan tujuan ideologis yang tak diremehkan dengan tujuan pragmatis seperti ua
ng dan jabatan. Di jaman pergerakan, masing-masing tokoh yang mewakili berbagai kekuatan politik berdebat soal cita-cita dan ide-ide untuk menciptakan masyarakat yang dianggapnya baik. Debat dalam PPKI dan BPUPKI seputar kemerdekaan tahun 1945 menunjukkan bahwa masing-masing tokoh sama-sama merasionalisasi pemikiran dan ideologinya.

Demikian juga pada pemilu pertamakali pada tahun 1955. Masing-masing partai politik melibatkan massa bukan dengan sogokan kaos partai, uang, atau barang-barang yang menghalangi orang untuk berpikir dalam berpolitik lainnya. Pemilu 1955 adalah pemilu yang paling demokratis dalam sejarah politik di Indonesia. Partisipasinya benar-benar ’sehat’ dan bahkan bersih dari ’konflik’ yang membahayakan.

Masing-masing partai memiliki massa yang militan dan mereka memilih bukan karena sogokan-sogokan material. Artinya kesadaran yang tercipta bukanlah kesadaran ’cekak’ atau sempit. Terlalu mudah untuk mengajak orang untuk memilih atau nyoblos. Biaya yang dikeluarkan untuk politik juga tak banyak, artinya politik diselenggarakan secara irit.
Hal itu jauh berbeda dengan sekarang. Setiap ada pemilu, isu golput pasti muncul. Belakangan, nampaknya tokoh-tokoh politik dan partai politik juga akan kesulitan untuk mengajak orang untuk milih. Banyak yang apatis dengan politik.

”Politik? Ah, tai kucing!” Politik tak ada kaitannya dengan nasib rakyat. Politik hanyalah ajang bagi para elit untuk berebut kekuasaan dan, nyatanya, kekuasaan itu tak pernah nyambung dengan keinginan rakyat untuk melihat perubahan demi kesejahteraan dirinya.

Pada akhirnya, elit juga tahu bahwa rakyat juga kian malas untuk berpolitik karena politik dianggap tak ada kaitan dengan nasibnya. Apatisme dan keacuhan rakyat terhadap moment-moment politik tersebut tentunya akan merepotkan para elit yang menginginkan basa-basi ritualitas politik tiap lima tahun sekali—entah pemilihan umum tingkat nasional (pemilu) ataupun tingkat daerah (pilkadal). Kalau banyak rakyat tak milih, tak akan ada legitimasi bagi proses pemilihan, artinya tak ada legitimasi bagi proses berebut kekuasaan.

Ibaratnya rakyat sudah bosan dengan politik, mereka akan terus dilibatkan dengan berbagai cara dan upaya, agar rakyat berpartisipasi. Dan makna partisipasi, sayangnya, hanya berupa nyoblos ataupun berkerumun ketika ada kampanye dengan suguhan hiburan musik pop dan dangdut. Partisipasi politik di masa kampanye yang terjadi hanya karena ingin mendapatkan hiburan di depan panggung di mana artis terkenal didatangkan. Partisipasi hanya dengan mencoblos gambar partai atau calon presiden atau kepala daerah.

Dari sinilah asal-muasal terjadinya politik biaya tinggi (high-cost politics): yaitu ketika massa rakyat semakin apatis dan malas berpolitik, maka pada saat itulah para elit yang sedang berebut jabatan/kekuasaan harus mengeluarkan banyak biaya agar mereka mau ikut dalam proyek politik orang-orang elit. Jadi, biaya banyak dikeluarkan untuk membiayai mobilisasi dan partisipasi.

Ibaratnya, meskipun rakyat bersembunyi di lubang semut atau di dalam got-got, para elit akan tetap mencari-cari mereka. Partisipasi politik dirangsang dengan berbagai cara, yang paling efektif adalah dengan memberi imbalan agar mereka terlibat. Hal ini berlaku bukan hanya dalam kasus membayar massa Rp 10 ribu atau 20 ribu agar mau menghadiri calon A atau B, tetapi juga terjadi dalam menyiapkan struktur organisasi atau pembangunan partai.

Ada partai yang didirikan dengan memberikan uang pada siapa saja yang mau menjadi pengurus, dengan dibiayai pula biaya sewa atau beli rumah untuk kantor (sekretariat) partai di tingkat cabang hingga ranting. Ada yang lebih lucu lagi, ada partai politik yang didirikan dengan memberikan jaminan asuransi bagi siapa saja yang mau menjadi pengurusnya.

Membuat kaos partai dan kaos bergambar calon yang akan dipilih dengan jumlah yang besar adalh suatu hal yang sudah biasa. Semakin banyak biaya yang dikeluarkan, semakin banyak pula kaos yang diberikan dan dipakai orang-orang. Tak mungkin kaos itu ditolak oleh kalangan rakyat kecil, karena untuk membeli kaos atau baju mereka kesulitan atau harus mengurangi jatah makan sehari-hari. Makanya, memberi kaos partai atau kaos bergambar calon adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh kekuatan politik yang ingin menang. Semakin uang yang dikeluarkan untuk membeli kaos, bendera, banner dan atribut-atribut, maka partainya akan nampak di mana-mana.
Dalam situasi kesadaran politik Indonesia yang kosong, yang nampak banyaklah yang biasanya akan diikuti karena politik rakyat miskin yang (di)bodoh(i) adalah politik ”manut grubyuk”.

Mendekati pemilu 2009, nampaknya budaya politik yang sama telah, sedang, dan akan terjadi. Apakah Anda akan membiarkan kesadaran rakyat teracuni dengan politik komersialisasi para elit? Ataukah Anda akan mengeluarkan sikap golput dan menyerukannya ke orang lain satu demi satu atau mengorganisir kampanye golput seperti aksi demonstrasi tutup mulut dengan membawa poster bertuliskan ”Ayo Kita Golput!” atau dengan merangkul orang-orang membikin pers release mengajak golput?

Silahkan Anda mengambil tindakan dan taktik untuk merespon situasi politik palsu ini. Tapi saya yakin, Anda akan memilih yang terbaik. Jadi pikirkanlah secara serius tindakan dan kegiatan yang paling efektif, alangkah baik jika didiskusikan bersama untuk menghasilkan keputusan yang baik, bertanggungjawab, dan berguna bagi demokrasi yang berpihak bagi rakyat kita!***

3 komentar:

memed mengatakan...

Indonesia butuh bacaan seperti ini ! supaya negara lebih maju untuk waktu yang akan datang, jangan pernah lelah tuk berkarya?

infogue mengatakan...

Artikel di Blog ini bagus dan berguna bagi para pembaca.Anda bisa lebih mempromosikan artikel anda di Infogue.com dan jadikan artikel anda topik yang terbaik bagi para pembaca di seluruh Indonesia.Telah tersedia plugin/widget.Kirim artikel dan vote yang terintegrasi dengan instalasi mudah dan singkat.Salam Blogger!!!

http://www.infogue.com/
http://www.infogue.com/masalah_politik/politik_berbiaya_tinggi/

maria mengatakan...

artikel ini sangat penting bagi masyarakat indonesia dalam mengembangkan ideologi mereka melalui demokrasi yang sehat...
:-)