Kamis, 06 November 2008

::Resensi Buku Noam Chomsky::

Merekayasa Sejarah (’Historical Engineering’)
untuk Membangun Imperialisme AS

Oleh: Nurani Soyomukti,
sarjana Ilmu Hubungan Internasional; pekerja buku dan perawat TABUR (Taman Belajar untuk Rakyat) di sebuah daerah pinggiran Jawa Timur; penulis buku ”Bung Karno dan NASAKOM” (Garasi Book, Yogyakarta—September 2008)


Judul Buku: Neo-Imperialisme Amerika Serikat
Penulis: Noam Chomsky
Penerbit: Resist Book, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, November 2008
Tebal: xxiii + 238 halaman



Sebagai seo
rang intelektual yang kritis terhadap pemerintahannya (Amerika Serikat/AS), nama Noam Chomsky tak mungkin dapat dilupakan oleh banyak pihak. Bahkan di milenium baru ini namanya semakin melejit dan kontroversial ketika suatu kali dalam sidang di PBB, Presiden Venezuela Hugo Chavez mengangkat salah satu karya Chomsky dan menganjurkan pada hadirin di sidang itu untuk membaca karya Chomsky. Apalagi maksud Chavez kalau bukan untuk menunjukkan bahwa berbagai tindakan AS di dunia layak untuk menyebut negara besar ini sebagai negara imperialis.

Membaca buku Noam Chomsky berjudul ”Neo-Imperialisme Amerika Serikat” ini kita mmang dibawa untuk memahami bagaimana AS melakukan dominasi imperialistiknya ke berbagai belahan dunia, yang dalam banyak hal dilakukan dengan berbagai bentuk operasi berdarah, manipulasi media, hingga melakukan hegemoni terhadap dunia intelektual-akademik.
Ketika suatu rejim tidak mendukung kepentingan korporasi bisnis Amerika Serikat (AS), maka rejim tersebut harus dihalangi untuk membangun negara sesuai jalan yang tidak sejalan dengan kepentingan AS. Pemerintah di negara tersebut harus dihambat agar upayanya untuk menyenangkan rakyatnya gagal, agar citranya di hadapan rakyatnya menurun. Tujuan akhirnya adalah agar rejim tersebut kalah dalam bercaturan politik. Tetapi dalam banyak hal, CIA harus lebih menggunakan strategi dan taktik yang komprehensif dan detail agar pemerintahan tersebut dapat disingkirkan, yang dalam fakta sejarahnya lebih banyak dilakukan melalui operasi kudeta daripada melalui aksi pemilihan.

Upaya menyingkirkan rejim melalui kudeta militer, yang biasanya dimulai dengan mengkondisikan konstelasi politik suatu Negara, terjadi di berbagai Negara seperti misalnya Indonesia (penggulingan Soekarno) tahun 1966, dan Chile (penggulingan Salvador Allende) yang bersandi “Operasi Jakarta” tahun 1971, Venezuela yang menggulingkan Hugo Chavez tahun 2001 (yang akhirnya gagal), dan lain sebagainya. CIA juga mengorganisir dan membiayai pasukan paramiliter yang dipersenjatai seperti di kelompok pemberontak Contra di Nikaragua untuk melawan pemerintah Sandinista di Nikaragua—yang meskipun pemberontakan ini tak mampu merebut kekuasaan tetapi membawa efek untuk mendeligitimasi pembangunan ekonomi karena serangan Contra dan embargo AS, yang berujung pada kalahnya Sandinista dalam pemilihan umum tahun 1990.

Dari tahun 1945 sampai akhir abad ke-20, Amerika Serikat mencoba menggulingkan lebih dari 40 pemerintahan asing, dan menghancurkan lebih dari 30 gerakan populis nasionalis yang berjuang melawan rezim yang tak tertahankan. Dalam prosesnya, AS telah menyebabkan kematian beberapa juta orang, dan menghukum berjuta orang lagi dengan kehidupan yang penuh penderitaan dan keputusasaan.

William Blum mendaftar sejumlah campur tangan AS berupa teror dan tindakan ilegal CIA di luar negeri, antara lain: Cina (1945-1951); Perancis (1947); Kepulauan Marshall (1946-1958); Italia (1947-1949); Yunani (1947-1949), Filipina (1945-1953); Korea ( (1945-1953); Albania (1949-1953); Eropa Timur (1948-1956); Jerman (1950-an); Iran (1953); Guatemala (1953-1990-an) Kosta-Rika (pertengahan 1950-an dan 1970-1971); Timur Tengah (1956-1958); Indonesia (1957-1958); Haiti (1959); Eropa Barat (1950-an-1960-an); Guyana (1953-1964); Irak (1959-1963); Uni Soviet (1940-an-1960-an); Vietnam (1945-1973); Kamboja (1955-173); Laos (1957-1973); Thailand (1965-1973); Ekuador (1960-1963); Kongo (1960-1965, 1977-1978); Aljazair (1960-an): Brasilia (1961-1964); Peru (1965); Republik Dominika (1963-1965); Kuba (1959-2001); Indonesia (1965); Ghana (1966); Uruguay (1969-1972); Chili (1964-1973); Yunani (1964-1974); Afrika Selatan (1960-an-1980-an); Bolivia (1964-1975); Australia (1972-1975); Irak (1972-1975); Portugal (1974-1976); Timor-Timur (1975-1999); Angola (1975-1980-an); Jamaika (1976); Honduras (1980-an); Filipina (1970-an-1990-an); Seychelles (1979-1981); Yaman Selatan (1979-1984); Korea Selatan (1980); Chad (1981-1982); Grenada (1979-1983); Suriname (1982-1984); Libya (1981-1989); Fiji (1987); Panama (1989); Afghanistan (1979-1992); El Salvador (1980-1992); Haiti (19987-1994); Bulgaria (1990-1991); Albania (1991-1992); Somalia (1993); Irak (1990-an hingga 2001); Peru (1990-an hingga 2001); Meksiko (1990-an hingga 2001); Kolumbia (1990-an hingga 2001); Yugoslavia (1995-hingga sekarang).

Meskipun ada sebagian kecil alasan operasi CIA lebih banyak didasari kepentingan bisnis orang-orang yang punya jalur dalam lembaga intelijen ini, dapat ditarik pesan bahwa kepentingan ekonomi sebagai penggerak proyek “imperialisme yang menyebarkan mata-mata” (spying imperialism) tak dapat disangkal lagi.

Tentu kita tak dapat mengabaikan analisa Chomsky terhadap media sebagai bagian dari upaya AS mencapai tujuannya—atau apa yang disebut Chomsky sebagai upaya “merekayasa sejarah” (historical engineering).

Teori media Chomsky membawanya pada upaya menyibat peran-peran tersembunyi CIA di Negara-negara Ketiga yang diiringi berbagai tindakan kejam tetapi membuat media menutup-nutupinya. Apalagi sebabnya jika CIA dengan agen-agennya bertujuan menutup-nutupi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah fasis Negara-negara “client” AS, yang operasi kekerasannya juga tak jarang melibarkan CIA.

Chomsky mengamati media terlibat dalam “merekayasa sejarah” (historical engineering) ketika ia melihat bagaimana CIA dengan orang-orangnya mengendalikan media AS dalam kasus kekerasan dan konflik di Amerika Tengah (yang melibarkan Nikaragua, Honduras, El Salvador, dan Costa Rica). Media yang dikontrol CIA telah secara intensif terlibat dalam proyek CIA yang berfokus untuk melakukan tinakan untuk melakukan “pengiblisan kaum Sandinista” (demonizing Sandinista) serta untuk membela Negara-negara terror ciptaan Washington (hlm. 77-87).

Secara gambling Chomsky menguraikan bahwa, media telah melakukan serangan yang massif untuk menyerang—kadang memfitnah—kekuatan Sandinista yang telah memenangkan pemilu demokratis. Sedangkan kejahatan-kejahatan kelompok gerilyawan Contra bentukan CIA yang telah banyak melakukan sabotase dan pembunuhan sama sekali tak diberitakan media.
Pada saat Duta Besar Nikaragua untuk PBB Nora Astorga melaporkan ada 275 penerbangan suplai dan pengintaian sejak 7 Agustus 1987 sampai dengan 3 November, di mana AS secara nyata-nyata melanggar kesepakatan PBB tentang konflik di Nikaragua dalam kaitannya dengan kelompok Kontra yang berbasis di Honduras, tak ada media AS yang memuat dugaan yang kebenarannya tak terbantahkan itu. “Dengan cara-cara seperti itu, media berhasil melayani tujuan Washington” yang bertujuan untuk melanggar kesepakatan Esquipalas yang berisi “penghentian bantuan terhadap kekuatan-kekuatan pengacau atau gerakan-gerakan pemberontak” dan “tak boleh menggunakan wilayah itu untuk menyerang Negara-negara lain”.
Media juga menutup-nutupi Negara-negara antek AS yang melakukan tindakan keji seperti pembunuhan massal terhadap tokoh-tokoh Katolik dan aktivis rakyat di El Salvador. Kelompok-kelompok dan lembaga HAM yang melaporkan kekejaman pemerintahan fasis-kapitalis agar menjadi berita yang dapat mempengaruhi opini dunia tentang apa yang sebenarnya terjadi, justru tak ditanggapi oleh media AS dan media di Negara fasis tersebut.
Demikian juga di Guatemala. Atas nama untuk memberangus gerakan rakyat Kiri, AS telah lama mendukung apapun yang dilakukan oleh pemerintah militer fasis yang menjadi kliennya. Rejim anti-demokrasi yang dilindungi AS benar-benar membabi buta, sejalan dengan perang As melawan kelompok yang menentang rejim itu yang dianggap komunis.
Pada bulan September 1987, Komisi Inter-Amerika OAS (Organization of American States/Organisasi Negara-negara Amerika) untuk Hak Asasi Manusia mengeluarkan suatu laporan yang mencatat sebuah “kemerosotan yang nyata dalam capaian-capaian hak asasi manusia” di Guatemala, dan mengungkap suatu keprihatinan terhadap “dimulainya lagi metode-metode dan sistem-sistem pelenyapan individu secara massif dan munculnya kembali pasukan-pasukan pembunuh yang mematikan”. Komisi untuk Pembelaan Hak-hak Asasi Manusia di Amerika Tengah yang bermarkas di Kosta Rika melaporkan kepada PBB pada bulan November mengenai terus berlanjutnya terror yang dilakukan oleh dinas-dinas keamanan dan pasukan-pasukan pembunuh Guatemala [yang didekingi—atau berhubungan dengan—CIA], serta didokumentasikan sekitar 75 kasus penculikan, penghilangan dan pembunuhan sejak dari 8 Agustus sampai dengan 17 November 1987, selain juga serangan granat, pelemparan bom ke gereja, dan lain-lain. Komisi Hak-hak Asasi Manusia Guatemala telah mencatat 334 eksekusi tanpa pengadilan dan tujuhpuluh tiga penghilangan orang dalam sembilan bulan pertama tahun 1987.

Lagi-lagi karena media telah dikendalikan oleh CIA, jadinya hanya kecil sekali fakta-fakta tersebut yang dinikmati oleh pembaca-pembaca AS dan masyarakat dunia. Analisa terhadap media-media AS tentang pelanggaran HAM oleh Negara-negara klien AS yang membantai rakyatnya itu didapatkan hasil seperti ini: “Selama enam bulan pertama setelah penandatanganan kesepakatan, tak satupun artikel mengenai kasus Guatemala yang dimuat di New York Time [media andalan CIA!], dan nyaris tak ada satupun dimuat dalam media utama AS lainnya”, demikian hasil penemuan yang disampaikan oleh seorang perempuan ahli Amerika Latin Susannhe Jonas. Dalam sebuah ulasan mengenai media yang terdiri dari Times, Christian Science Monitor, Miami Herald, dan Wall Street Journal sejak dari Oktober 1987 sampai dengan Maret 1988, Alexander Cockburn menemukan sedikit komentar mengenai Guatemala dan tak ada satupun yang menyebutkan semakin meningkatnya kekerasan politik sepanjang bulan November (hlm. 99).

Ketika kekejaman-kejaman pemerintah klien-AS kian meningkat pada bulan Desember hingga Januari, ada dua berita mengenai Guatemala dalam suratkabar-suratkabar yang diulas itu, keduanya sama-sama dimuat di Monitor dan sama-sama memperbincangkan pelanggaran hak-asasi manusia. Ketika menggabungkan catatan-catatan berita dari semua surat kabar yang diulas sepanjang periode tersebut, kata Cockburn, “hanya ada dua berita kritis untuk setiap 154 hari kejadian di Guatemala di Koran-koran paling berpengaruh di AS” (hlm. 100).

Mungkin itulah yang dinamakan Chomsky sebagai aksi “penyaringan” berita di mana kepentingan kekuasaan selalu yang lolos. Apalagi jika kerja penyaringan untuk menghasilkan media yang berpihak pada kekuasaan itu dikendalikan oleh kekuatan rahasia yang cara kerja(kotor)nya tak diketahui public, bertahanlah anggapan bahwa media adalah kekuatan demokrasi yang bertugas memberikan informasi pada masyarakat.

Selain itu, ada kasus lagi yang lebih menyakitkan bagi mereka yang menginginkan kebenaran dan kebebasan informasi. Pada tahun 2007 lalu tersebar berita bahwa CIA telah mengubah sejumlah informasi di situs eksiklopedi online terbesar dan cuma-cuma, Wikipedia. Selain CIA, Vatikan, dan BBC juga dituding menjalankan praktik yang sama. Wikipedia Scanner juga mengindentifikasi Departemen Pertahanan Australia 5.000 kali lebih mengubah materi dalam situs Wikipedia. Wikipedia Scnanner dapat dengan mudah mengenali setiap pengubah informasi. Perangkat pelacakan ini memperlihatkan CIA mengubah data tentang Iran.[i]
Entah apalagi yang akan dilakukan CIA terhadap media untuk melancarkan kegiatan mata-matanya. Cara-cara kotor semacam itu tentu tak diinginkan oleh masyarakat dimanapun. Pemerintah AS juga perlu malu karena operasi-operasinya yang kejam dan karbitan telah banyak diketahui oleh berbagai pihak. []
-------------------------------------
[i] “Intelijen Getol Ubah Data Wikipedia”, dalam http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Intelijen-Getol-Ubah-Data-Wikipedia-682.html

1 komentar:

Amory71 mengatakan...

Hampir sebagian masyarakat dunia sudah dicuci otak oleS AS-Israel melalui media, film dan saran pencitraan lainnya. Orang merasa telah berbuat salah bila tidak sejalan atau melawan kepentingan AS. Manusia digiring agar tidak sadarkan diri dan tidak waras. Salah satu orang yang masih waras adalah Noam Chomsky. Orang yang masih waras akan berpikir tentang AS seperti Chomsky, siapapun orangnya, Yahudi sekalipun ( Chomsky adalah orang Yahudi ).