Senin, 17 November 2008
ANAK KORBAN PETERPEN, KANGEN BAND, UNGU, DAN ST12
Dalam masyarakat yang serba terbelakang dan kekurangan, ilusi-ilusi untuk “naik kelas sosial” secara pragmatis merupakan gejala psikologis yang akut. Godaan akan gaya hidup mewah begitu mudah menjangkiti masyarakat yang serba terbelakang secara mental dan pengetahuan. Kebanyakan orangtua begitu tergoda untuk menjadikan anak menjadi melejit dan terkenal seperti menjadi artis, yang diharapkan akan menjadi mesin pencari uang. Anak-anak akan bekerja sebagai penghibur dan dari situ akan mendapatkan banyak uang, orangtua pasti ikut kecipratan dan mendapatkan kebangaan serta popularitas. Tetapi tidak sadarkan mereka bahwa membuat anak bekerja sebagai mesin pencari uang akan membuat mereka akan kehilangan banyak waktu untuk mencari pengetahuan dan meningkatkan rasa kepeduliannya dalam kehidupan.
Kita tahu dunia selebritis adalah dunia dimana gemerlap hidup membuat kalangan ini lupa diri, terlena, dan tersingkirkan dari kedalaman makna hidup. Dunia pesta, dunia pamer, dunia narkoba, seks bebas, liberalisme-individualisme melekat pada mereka. Sebagian kecil orang telah menjadi terkenal dengan menjadi artis-selebritis dan mereka disokong secara besar-besaran oleh pemilik modal secara finansial karena mereka bekerja untuk membuat para anak-anak dan remaja di masyarakat menjadi konsumtif—karenanya merekalah bintang iklan yang sama halnya sebagai pekerja pemilik modal agar produk-produknya laku.
Merekalah yang membuat anak-anak rusak moralnya. Gara-gara terlena dengan lagu-lagu kacangan dengan lirik-lirik cinta-cinta palsu yang melemahkan, anak-anak kita telah malas untuk membaca buku dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk memupuk perkembangan kognitif dan nalar kritisnya. Anak-anak yang mulai menginjak sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) sekarang ini lebih suka menghafal lagu-lagu Ungu, Kangen Band, ST12, atau Cinta Laura daripada belajar berhitung. Saat mereka sedang kita dampingin belajar, di ruang tamu, kemudian di TV ditayangkan lagu-lagu semacam itu, mereka segera lari melonjak dan menghambur di depan TV sambil menyanyikan lagu-lagu yang sedang menampilkan klips-nya yang kadang vulgar (sensual). Lirik-lirik lagu-lagu pop itu sendiri, kalau mau jujur, bukanlah lirik yang sesuai dengan dunia anak-anak.
(NURANI SOYMUKTI)
---------------------------------------------------------------
Kita tahu dunia selebritis adalah dunia dimana gemerlap hidup membuat kalangan ini lupa diri, terlena, dan tersingkirkan dari kedalaman makna hidup. Dunia pesta, dunia pamer, dunia narkoba, seks bebas, liberalisme-individualisme melekat pada mereka. Sebagian kecil orang telah menjadi terkenal dengan menjadi artis-selebritis dan mereka disokong secara besar-besaran oleh pemilik modal secara finansial karena mereka bekerja untuk membuat para anak-anak dan remaja di masyarakat menjadi konsumtif—karenanya merekalah bintang iklan yang sama halnya sebagai pekerja pemilik modal agar produk-produknya laku.
Merekalah yang membuat anak-anak rusak moralnya. Gara-gara terlena dengan lagu-lagu kacangan dengan lirik-lirik cinta-cinta palsu yang melemahkan, anak-anak kita telah malas untuk membaca buku dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk memupuk perkembangan kognitif dan nalar kritisnya. Anak-anak yang mulai menginjak sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) sekarang ini lebih suka menghafal lagu-lagu Ungu, Kangen Band, ST12, atau Cinta Laura daripada belajar berhitung. Saat mereka sedang kita dampingin belajar, di ruang tamu, kemudian di TV ditayangkan lagu-lagu semacam itu, mereka segera lari melonjak dan menghambur di depan TV sambil menyanyikan lagu-lagu yang sedang menampilkan klips-nya yang kadang vulgar (sensual). Lirik-lirik lagu-lagu pop itu sendiri, kalau mau jujur, bukanlah lirik yang sesuai dengan dunia anak-anak.
(NURANI SOYMUKTI)
---------------------------------------------------------------
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Mungkin Anda benar, bahwa susah mememukan tokoh panutan seperti sukarno muda atau bung tomo muda. Dan aq telah merusak diriku sendiri
Posting Komentar